Definisi Apriori dan Aposteriori, Penjelasan, Cara Kerja, Perbedaan, dan Kesimpulannya

Definisi Apriori dan Aposteriori
Apriori dan Aposteriori
A. Apriori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata apriori memiliki pengertian sebagai berpraanggapan sebelum mengetahui (melihat, menyelidiki, dan sebagainya) keadaan yang sebenarnya: kita tidak boleh bersikap -- Apriori bermakna sebuah istilah yang dipakai untuk menjelaskan bahwa seseorang dapat berpikir dan memiliki asumsi tentang segala sesuatu, sebelum bertemu dengan pengalaman dan akhirnya mengambil kesimpulan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di atas dicontohkan dengan kalimat: kita tidak boleh bersikap—artinya dalam perkembangannya, istilah apriori kemudian diidentikkan dengan sikap tidak suka menerima dan mendengarkan kebenaran, atau memiliki kesimpulan tentang sesuatu tanpa bukti kenyataan yang sebenarnya. Beberapa contoh sikap yang mencerminkan apriori di antaranya sikap acuh tak acuh terhadap pelanggan, sikap angkuh dan tidak sabar dalam menghadapi kolega, serta menganggap remeh rekan sebaya.

Istilah apriori sendiri sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa Latin prius yang berarti unsur-unsur, dan a berati tidak atau sebelum, jadi, apriori adalah unsur-unsur sebelum, yaitu sebelum bertemu dengan pengalaman. Dan unsur-unsur yang dimaksud adalah kategori-kategori yang dimiliki manusia yang dipakai untuk mengolah data inderawi sehingga menghasilkan pengetahuan yang sahih atau handal. Hal ini pada awalnya dipakai untuk mengkritik filsafat empirisme yang hanya menekankan yang logis, yang dialami, yaitu selalu bergantung pada pengalaman, hal itu kemudian disebut sebagai aposteriori.

Cara Kerja Apriori
Apriori dalam lingkup logika dikenal dengan cara deduksi atau logika deduktif, karena lingkupnya mendahului adanya kenyataan (prius), maka apriori ini sangat mengandalkan rasio atau yang dikenal dengan istilah rasionalisme
Rasionalisme
Rasioalisme merupakan aliran filsafat yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya berdasar pada akal (rasio). Akal merupakan penggerak dari sebuah kesanggupan untuk berpikir. Tanpa pikiran, tentu tidak ada sesuatu yang dipikirkan, dan tidak ada yang diketahuinya. Rasionalisme menolak pengetahuan yang hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman. Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah rasionalisme di antara, Rene Descartes, Leibnitz, dan Wolff. Untuk lebih lengkap mengenai tiga tokoh lengkap dengan pemikirannya bisa dilihat di Biografi Filsuf dan Teori Filsafat.

B. Aposteriori
Lawan kata dari apriori adalah aposteriori. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah ini bisa diartikan sebagai anggapan setelah diketahui (dilihat, diselidiki, dan sebagainya) keadaan yang sebenarnya. Secara terminologi istilah aposteriori juga berasal dari kata latin post yang memiliki arti sesudah. Jadi istilah aposteriori ini memiliki pengertian sebagai segala ungkapan atau pendapat yang keluar setelah seseorang melakukan pengamatan melalui inderanya.

Cara Kerja Aposteriori
Aposteriori cara kerjanya berada pada ruang lingkup logika ilmu-ilmu empiris yang sering disebut dengan cara induksi atau logika induktif. Logika induktif merupakan penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada premisnya, sehingga merupakan cara berpikir dengan menarik simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual.
Empirisme
Empirisme merupakan aliran yang megakui bahwa pengetahuan pada hakikatnya berdasarkan pengalaman atau empiris melalui alat indera. Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata berdasarkan akal karena dipandang sebagai spekulasi belaka yang tidak berdasarkan realitas, sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus dan seharusnya berdasarkan kenyataan sejati yakni realitas. Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah empiris ini di antaranya, John Locke, George Berckeley, David Hume. Untuk lebih lengkap mengenai tiga tokoh lengkap dengan pemikirannya bisa dilihat di Biografi Filsuf dan Teori Filsafat.

C. Perbedaan
Aposteriori adalah yang mewakili kelompok ilmu yang mementingkan pengamatan dan penelitian, yang disebut empiris [empirical dari kata Yunani yang maknanya meraba-raba], atau aposteriori kata latin. Apriori adalah yang mewakili kelompok ilmu yang seakan-akan ingin menangkap susunan kenicayaan secara apriori, dengan mengandalkan penalaran/rasio. Ada pula anggapan bahwa pembedaan antara aposteriori dan apriori berlaku bagi pembedaan yang diberikan oleh Kant antara putusan sintesis dan putusan analitis.
1) Putusan sintesis adalah putusan di mana predikatnya menambahkan sesuatu yang baru pada subyeknya. Putusan sintesis menjelaskan sesuatu yang belum dengan sendirinya terkandung dalam subyeknya. Sebagai contoh, semua mahasiswa universitas A pandai.
2) Putusan analitis adalah putusan di mana predikatnya tidak menambah apa-apa pada subyeknya. Jadi, yang dijelaskan dengan putusan tersebut sesungguhnya sudah terkandung dalam subyek itu sendiri, atau putusan tersebut tidak menjelaskan sesuatu yang baru. Sebagai contoh, semua bujangan tidak berkeluarga.

Pada kenyataannya anggapan bahwa pembedaan antara proposisi apriori dan proposisi aposteriori bagi pembedaan antara putusan sistesis dan putusan analitis tersebut tidak sepenuhnya benar. Hal ini karena tidak semua proposisi analitis adalah proposisi yang apriori, dan sebaliknya tidak semua proposisi sistesis adalah proposisi yang aposteriori. Kant sendiri menyatakan bahwa ada proposisi atau pengetahuan apriori yang mengandung kebenaran sintesis. Jadi, di samping pengetahuan apriori dan pengetahuan aposteriori, ada juga pengetahuan sintesis apriori. Contohnya, setiap peristiwa ada sebabnya. Hal tersebut adalah proposisi apriori. Kebenarannya diketahui secara apriori lepas dari pengalaman apapun. Benar secara apriori bahwa setiap peristiwa selalu ada sebabnya, akan tetapi proposisi tersebut bukan analitis karena predikatnya menjelaskan sesuatu yang baru sama sekali pada subyeknya.

D. Kesimpulan
Istilah apriori dan aposteriori ini paling sering dan penting dikemukakan oleh Imanuel Kant. Bagi Kant, apriori berangkat dari dugaan tanpa bergantung yang empiris atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh inderawi. Istilah ini dipakai untuk menyatakan bahwa manusia sudah memiliki kesadaran dalam dirinya sebelum bertemu dengan pengalaman-pengalaman dalam lingkungan dan dunianya. Kant menyatakan bahwa pengetahuan yang sahih bukan hanya bergantung dari pengalaman saja, sebab hal ini kurang logis berkenaan dengan waktu dan asal mula. Bagi dia, terdapat hal-hal yang selalu tidak bisa ditangkap dan dijelaskan oleh inderawi saja. Berikut pendapat mengenai pengetahuan apriori dan pengetahuan aposteriori menurut Leibniz dan Immanuel Kant
1) Leibniz
Menurut Leibniz, mengetahui realitas secara aposteriori berarti mengetahuinya berdasarkan apa yang ditemukan secara aktual di dunia ini, yaitu melalui panca indera, dari pengaruh yang ditimbulkan realitas itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya, mengetahui realitas secara apriori adalah mengetahuinya dengan mengenakan sebab pada realitas tersebut. Mengetahui sesuatu secara apriori adalah dengan memahami apa yang menjadi sebabnya, apa yang menimbulkan dan memungkinkan hal itu ada atau terjadi. Leibniz membedakan antara kebenaran aposteriori atau kebenaran yang berasal dari fakta, dan kebenaran apriori atau kebenaran yang berasal dari akal budi.  Kebenaran apriori dapat dibuktikan dengan melihat keterkaitannya dengan proposisi yang sama, sedangkan kebenaran aposteriori hanya bisa dilihat sebagai benar berdasarkan pengalaman.

2) Immanuel Kant
Kant menganggap pembedaan antara aposteriori dan apriori sebagai pembedaan antara apa yang berasal dari pengalaman dan apa yang tidak berasal dari pengalaman, atau apakah suatu konsep dapat dibuktikan kebenarannya dengan memberikan alasan atau sebabnya atau tidak. Pembedaan tersebut selanjutnya berkembang menjadi pembedaan antara pengetahuan empiris dan pengetahuan yang bukan empiris. Sebuah proposisi aposteriori adalah proposisi yang kebenarannya hanya bisa diketahui dengan merujuk pada pengalaman tertentu. Sedangkan sebuah proposisi apriori adalah proposisi yang kebenarannya bisa diketahui lepas dari pengalaman. Tanpa pengalaman apapun kita bisa mengetahui proposisi tersebut. Hal ini berarti bahwa proposisi tersebut dapat dibuktikan kekeliruannya atau dapat dibuktikan sebagai salah hanya dengan mengandalkan akal budi, tanpa harus merujuk pada pengalaman apapun. Kebenaran dari proposisi apriori diketahui hanya dengan mengkaji proposisi itu sendiri atau dengan kata lain kebenarannya dideduksikan dengan proposisi itu sendiri.


Dari berbagai sumber

Ket. klik warna biru untuk link

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Definisi Apriori dan Aposteriori, Penjelasan, Cara Kerja, Perbedaan, dan Kesimpulannya"